Jumat, 18 April 2014

Resensi: "Ketika Cinta Berbuah Surga"

CINTA KARENA ALLAH



 Islam itu indah. Islam itu mulia. Itulah yang terbersit dalam setiap orang yang berpegangan hidup pada kepercayaan yang memiliki enam rukun iman ini. Di antaranya rukun iman ke-4 yaitu percaya dengan rasul Allah. Kita wajib meyakini bahwa kedatangan para rasul ke muka bumi untuk meluruskan akhlak manusia dan merupakan suri tauladan bagi setiap hirup dan hembus napas kita. Sehingga, para orang tua senantiasa mendongengi anak mereka dengan kisah-kisah rasul, sahabat-sahabat rasul maupun orang-orang yang berada di jalan Islam. Tujuannya hanya satu yaitu untuk cinta kepada Allah SWT.
Sebut saja, Habiburrahman El Shirazy, seorang yang ahli menarikan penanya hingga tak segan-segan mencetak sebuah karya yang signifikan bagi para pembacanya. Pencipta novel “Ayat-Ayat Cinta” ini, merilis sebuah buku yang berupa kumpulan kisah-kisah Islami, di antaranya cerpen yang berjudul “Ketika Cinta Berbuah Surga”. Gaya bahasanya yang begitu indah, kronologi ceritanya yang runtut dan ide-ide kisah di dalamnya mampu membuat penatap muka karya ini ikut larut dan seakan hatinya ikut bergetar ketika kata demi kata dibacanya.
Ceritanya berawal dari anak seorang raja, Said, yang merasa kesepian karena tidak memiliki teman untuk diajak berbagi. Oleh ayahandanya, ia dibekali sebuah trik sederhana dalam mengaudisi teman yang nantinya dapat diajak untuk berjihad di jalan Allah. Beberapa anak dari kalangan kerajaan telah diuji coba olehnya. Namun, hanya keberhasilan tertunda yang ia dapat. Kemudian, bertemulah ia dengan anak tukang kayu, Abdullah yang berhasil mengharukan Said ketika trik yang dilakukan berjalan dengan sempurna. Persahabatan keduanya membawa kemakmuran bagi kerajaan yang mereka pimpin di kemudian hari.
Namun, kita semua pasti sadar bahwa kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata. Jadi, walaupun kisah di dalam cerpen ini memberikan efek rohani yang dahsyat bagi kehidupan kita, ternyata tersurat sebuah kalimat “Teman sejati yang bisa diajak bercinta untuk surga”. Kalimat ini menimbulkan kesan tersendiri dan sepertinya membutuhkan pola pikir yang tinggi karena bisa saja merangsang kesalahpahaman pembaca dengan maksud yang dituju.

Islam itu indah. Islam itu mulia. Itulah yang terbersit dalam setiap orang yang berpegangan hidup pada kepercayaan yang memiliki enam rukun iman ini. Di antaranya rukun iman ke-4 yaitu percaya dengan rasul Allah. Kita wajib meyakini bahwa kedatangan para rasul ke muka bumi untuk meluruskan akhlak manusia dan merupakan suri tauladan bagi setiap hirup dan hembus napas kita. Sehingga, para orang tua senantiasa mendongengi anak mereka dengan kisah-kisah rasul, sahabat-sahabat rasul maupun orang-orang yang berada di jalan Islam. Tujuannya hanya satu yaitu untuk cinta kepada Allah SWT.
Sebut saja, Habiburrahman El Shirazy, seorang yang ahli menarikan penanya hingga tak segan-segan mencetak sebuah karya yang signifikan bagi para pembacanya. Pencipta novel “Ayat-Ayat Cinta” ini, merilis sebuah buku yang berupa kumpulan kisah-kisah Islami, di antaranya cerpen yang berjudul “Ketika Cinta Berbuah Surga”. Gaya bahasanya yang begitu indah, kronologi ceritanya yang runtut dan ide-ide kisah di dalamnya mampu membuat penatap muka karya ini ikut larut dan seakan hatinya ikut bergetar ketika kata demi kata dibacanya.
Ceritanya berawal dari anak seorang raja, Said, yang merasa kesepian karena tidak memiliki teman untuk diajak berbagi. Oleh ayahandanya, ia dibekali sebuah trik sederhana dalam mengaudisi teman yang nantinya dapat diajak untuk berjihad di jalan Allah. Beberapa anak dari kalangan kerajaan telah diuji coba olehnya. Namun, hanya keberhasilan tertunda yang ia dapat. Kemudian, bertemulah ia dengan anak tukang kayu, Abdullah yang berhasil mengharukan Said ketika trik yang dilakukan berjalan dengan sempurna. Persahabatan keduanya membawa kemakmuran bagi kerajaan yang mereka pimpin di kemudian hari.
Namun, kita semua pasti sadar bahwa kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata. Jadi, walaupun kisah di dalam cerpen ini memberikan efek rohani yang dahsyat bagi kehidupan kita, ternyata tersurat sebuah kalimat “Teman sejati yang bisa diajak bercinta untuk surga”. Kalimat ini menimbulkan kesan tersendiri dan sepertinya membutuhkan pola pikir yang tinggi karena bisa saja merangsang kesalahpahaman pembaca dengan maksud yang dituju.

By: Firda Nurul Diah Ashshoffa