CINTA KARENA ALLAH
Islam
itu indah. Islam itu mulia. Itulah yang terbersit dalam setiap orang yang
berpegangan hidup pada kepercayaan yang memiliki enam rukun iman ini. Di
antaranya rukun iman ke-4 yaitu percaya dengan rasul Allah. Kita wajib meyakini
bahwa kedatangan para rasul ke muka bumi untuk meluruskan akhlak manusia dan
merupakan suri tauladan bagi setiap hirup dan hembus napas kita. Sehingga, para
orang tua senantiasa mendongengi anak mereka dengan kisah-kisah rasul,
sahabat-sahabat rasul maupun orang-orang yang berada di jalan Islam. Tujuannya
hanya satu yaitu untuk cinta kepada Allah SWT.
Sebut
saja, Habiburrahman El Shirazy, seorang yang ahli menarikan penanya hingga tak
segan-segan mencetak sebuah karya yang signifikan bagi para pembacanya.
Pencipta novel “Ayat-Ayat Cinta” ini, merilis sebuah buku yang berupa kumpulan
kisah-kisah Islami, di antaranya cerpen yang berjudul “Ketika Cinta Berbuah
Surga”. Gaya bahasanya yang begitu indah, kronologi ceritanya yang runtut dan
ide-ide kisah di dalamnya mampu membuat penatap muka karya ini ikut larut dan
seakan hatinya ikut bergetar ketika kata demi kata dibacanya.
Ceritanya
berawal dari anak seorang raja, Said, yang merasa kesepian karena tidak
memiliki teman untuk diajak berbagi. Oleh ayahandanya, ia dibekali sebuah trik
sederhana dalam mengaudisi teman yang nantinya dapat diajak untuk berjihad di
jalan Allah. Beberapa anak dari kalangan kerajaan telah diuji coba olehnya.
Namun, hanya keberhasilan tertunda yang ia dapat. Kemudian, bertemulah ia
dengan anak tukang kayu, Abdullah yang berhasil mengharukan Said ketika trik
yang dilakukan berjalan dengan sempurna. Persahabatan keduanya membawa
kemakmuran bagi kerajaan yang mereka pimpin di kemudian hari.
Namun,
kita semua pasti sadar bahwa kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata. Jadi,
walaupun kisah di dalam cerpen ini memberikan efek rohani yang dahsyat bagi
kehidupan kita, ternyata tersurat sebuah kalimat “Teman sejati yang bisa diajak
bercinta untuk surga”. Kalimat ini menimbulkan kesan tersendiri dan sepertinya
membutuhkan pola pikir yang tinggi karena bisa saja merangsang kesalahpahaman
pembaca dengan maksud yang dituju.
Islam
itu indah. Islam itu mulia. Itulah yang terbersit dalam setiap orang yang
berpegangan hidup pada kepercayaan yang memiliki enam rukun iman ini. Di
antaranya rukun iman ke-4 yaitu percaya dengan rasul Allah. Kita wajib meyakini
bahwa kedatangan para rasul ke muka bumi untuk meluruskan akhlak manusia dan
merupakan suri tauladan bagi setiap hirup dan hembus napas kita. Sehingga, para
orang tua senantiasa mendongengi anak mereka dengan kisah-kisah rasul,
sahabat-sahabat rasul maupun orang-orang yang berada di jalan Islam. Tujuannya
hanya satu yaitu untuk cinta kepada Allah SWT.
Sebut
saja, Habiburrahman El Shirazy, seorang yang ahli menarikan penanya hingga tak
segan-segan mencetak sebuah karya yang signifikan bagi para pembacanya.
Pencipta novel “Ayat-Ayat Cinta” ini, merilis sebuah buku yang berupa kumpulan
kisah-kisah Islami, di antaranya cerpen yang berjudul “Ketika Cinta Berbuah
Surga”. Gaya bahasanya yang begitu indah, kronologi ceritanya yang runtut dan
ide-ide kisah di dalamnya mampu membuat penatap muka karya ini ikut larut dan
seakan hatinya ikut bergetar ketika kata demi kata dibacanya.
Ceritanya
berawal dari anak seorang raja, Said, yang merasa kesepian karena tidak
memiliki teman untuk diajak berbagi. Oleh ayahandanya, ia dibekali sebuah trik
sederhana dalam mengaudisi teman yang nantinya dapat diajak untuk berjihad di
jalan Allah. Beberapa anak dari kalangan kerajaan telah diuji coba olehnya.
Namun, hanya keberhasilan tertunda yang ia dapat. Kemudian, bertemulah ia
dengan anak tukang kayu, Abdullah yang berhasil mengharukan Said ketika trik
yang dilakukan berjalan dengan sempurna. Persahabatan keduanya membawa
kemakmuran bagi kerajaan yang mereka pimpin di kemudian hari.
Namun,
kita semua pasti sadar bahwa kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata. Jadi,
walaupun kisah di dalam cerpen ini memberikan efek rohani yang dahsyat bagi
kehidupan kita, ternyata tersurat sebuah kalimat “Teman sejati yang bisa diajak
bercinta untuk surga”. Kalimat ini menimbulkan kesan tersendiri dan sepertinya
membutuhkan pola pikir yang tinggi karena bisa saja merangsang kesalahpahaman
pembaca dengan maksud yang dituju.
By: Firda Nurul Diah Ashshoffa